- Back to Home »
- Tragis, belasan Suku Anak Dalam meninggal karena kelaparan di hutan
Posted by : Dinii
Rabu, 18 Maret 2015
kematian belasan jiwa Suku Anak Dalam atau 'orang rimba' yang mendiami Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi telah menarik perhatian publik, tidak hanya lokal tapi juga nasional. Cerita ini begitu tragis karena meninggal akibat kelaparan setelah berbulan-bulan mengalami krisis pangan.
Fasilitator Kesehatan KKI WARSI, Yomi, menjelaskan kematian 'orang rimba' secara beruntun itu diduga akibat mereka kesulitan mendapatkan pangan yang layak dan air bersih. Kematian beruntun itu menyerang tiga kelompok orang rimba di bagian timur TNBD, Kabupaten Sarolangun-Batanghari atau kelompok yang dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Nyenong.
Dari 150 jiwa di tiga kelompok itu, kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari 2014 dengan enam kasus kematian, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
Fasilitator Kesehatan KKI WARSI, Yomi, menjelaskan kematian 'orang rimba' secara beruntun itu diduga akibat mereka kesulitan mendapatkan pangan yang layak dan air bersih. Kematian beruntun itu menyerang tiga kelompok orang rimba di bagian timur TNBD, Kabupaten Sarolangun-Batanghari atau kelompok yang dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Nyenong.
Dari 150 jiwa di tiga kelompok itu, kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari 2014 dengan enam kasus kematian, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
"Hutan semakin sempit sehingga orang rimba tidak lagi 'melangun' (berpindah-pindah) ke dalam hutan namun ke pinggir-pinggir desa dan ladang masyarakat. Tentu saja di kawasan ini akan sedikit bahan pangan yang biasa didapatkan orang rimba dari berburu dan meramu hasil hutan," ujar Yomi seperti dikutip dari Antara, Rabu (18/3).
Dalam beberapa bulan terakhir, orang rimba setidaknya sudah berpindah ke tujuh lokasi baru yang sebagian besar merupakan daerah pinggir desa dan juga perkebunan masyarakat. "Ketika 'melangun' pasokan makanan kurang, dan menyebabkan daya tahan tubuh mereka berkurang sehingga banyak yang sakit," katanya.
Sebagian ada yang mencoba berobat ke rumah sakit terdekat, seperti di Sarolangun, namun orang rimba tidak mau dirawat, akhirnya banyak yang meninggal dunia dan kemudian melangun lagi.
'Melangun' merupakan tabu kematian pada orang rimba, yaitu berpindah tempat hidup akibat kesedihan setelah ditinggalkan anggota kelompoknya. Karena kematiannya beruntun, menyebabkan mereka ketakutan dan panik.
Tengganai 'orang rimba' dari kelompok Terap, Mangku Balas, juga mengatakan bahwa banyaknya orang rimba yang jatuh sakit disebabkan kurang makanan.
"Kami kekurangan pemakon (makanan), kalau 'melangun' seperti ini kami tidak bisa berburu, tempatnya juga susah, makanya banyak yang sakit, kami takut," ujar Mangku Balas.
Namun demikian, pemerintah terus berupaya melakukan langkah-langkah penyelamatan 'orang rimba' melalui pemberian bantuan pangan dan pengobatan sampai perawatan di rumah sakit terhadap mereka. Pihak Kementerian Sosial RI mengaku bahwa kematian belasan 'orang rimba' di wilayah Jambi itu akibat krisis pangan yang dialaminya berbulan-bulan.